26 August 2011

Pranata Sosial

            Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa masalah sosial akan dapat muncul ketika kenyataan yang ada tidak dapat dipahami oleh pengetahuan kebudayaan yang dipunyai oleh para individunya dan atau dipahami secara berbeda antara masing-masing individu yang terlibat di dalam interaksi sosial yang ada.
Individu-individu yang terlibat dalam interaksi yang berusaha untuk memahami kenyataan yang ada tersebut, pada dasarnya adalah untuk usaha pemenuhan kebutuhan dirinya agar dapat hidup secara
berkesinambungan.
Kesamaan pandangan dan pemahaman terhadap dunia sekitar manusia hidup menjadi patokan bagi kesinambungan kehidupan manusia itu sendiri, artinya bahwa ketidak samaan dalam pemahaman tentunya terkait dengan kemampuan atau kekuatan dari pedoman yang mengatur kelompok sosial yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian, kemampuan kebudayaan dari manusia yang digunakan untuk pedoman berinteraksi harus dipahami dan diwujudkan melalui pranata sosial yang tersedia di masyarakat.
Pandangan terhadap dunia sekitarnya dipahami dengan menggunakan kebudayaan
dari manusia dan dengan menggunakan kebudayaan yang dipunyai tersebut, manusia dapat memahami dan menginterpretasikan lingkungannya serta mewujudkan tindakantindakan. Dengan demikian, kebudayaan disini dipahami sebagai pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan, yang secara selektif digunakan oleh para pendukung/pelakunya untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referensi atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Perwujudan dari penggunaan secara selektif kebudayaan yang dipunyai tersebut ada pada masing-masing pranata sosial
yang berlaku, sehingga tampak dalam pranata sosial tersebut segala tindakan dan tingkah laku dari individunya sebagai anggota masyarakat yang bersangkutan.
Dalam pranata sosial komuniti, diatur status dan peran untuk melaksanakan aktivitas pranata yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa peran-peran tersebut terangkai membentuk sebuah sistem yang disebut sebagai pranata sosial atau institusi, sosial yakni sistem antar hubungan norma-norma dan peranan-peranan yang diadakan dan dibakukan guna pemenuhan kebutuhan yang dianggap penting masyarakat (Suparlan,
2004:6), atau sistem antar hubungan peranan-peranan dan norma-norma yang terwujud sebagai tradisi untuk usaha-usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial utama tertentu yang dirasakan perlunya oleh para warga masyarakat yang bersangkutan. Peranan peranan yang ada terkait pada konteks pranata sosial yang dilaksanakan oleh yang terlibat di dalamnya, peranan-peranan tersebut merupakan perwujudan obyektif dari hak dan kewajiban individu para anggota komuniti dalam melaksanakan aktivitas pranata sosial yang bersangkutan.
Bekerjanya sistem yang ada dalam pranata sosial ini mendorong bekerjanya status dan peran yang mengikat individu yang berada dalam pranata sosial yang bersangkutan dalam menanggapi lingkungan yang dihadapinya. Kemampuan dari pranata sosial 13 mengatur individunya sering disebut juga sebagai modal sosial (social capital), individuindividu yang ada dalam pranata sosial tersebut berbagi (sharing) nilai dan norma dan menjadikannya sebagai pedoman dalam berhubungan satu dengan lainnya, sehingga masing-masing anggota komuniti tersebut yang terikat dengan pranata sosial yang bersangkutan akan merasa percaya atau membengun kepercayaan (trust). Jadi suatu pranata sosial yang mampu bertahan dalam mengatur individunya dalam status tertentu dalam sistem yang ada sehingga aturan yang ada dalam pranata sosial tersebut menjadi pengetahuan dalam benak individunya dan dijadikan sumber dalam memahami lingkungannya, pengetahuan ini merupakan modal sosial dari masyarakat yang  bersangkutan.
Bentuk-bentuk modal sosial pada dasarnya terbentuk dari dua jenis solidaritas sebagai usaha individu-individu untuk berkelompok, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik (mengacu pada pendapat Emile Durkheim dalam Schaefer, 2006). Solidaritas mekanik dapat dipahami sebagai bentuk solidaritas yang mengikat individunya dalam sebuah kelompok sosial karena adanya rasa kebersamaan, adanya aturan untuk berkelompok tanpa memperdulikan status sosial dari individu-individu yang ada di dalam komuniti yang bersangkutan. Biasanya solidaritas mekanik berada di daerah pedesaan; sedangkan solidaritas organik lebih mengacu pada perbedaan individu-individu dengan keahliannya masing-masing yang terkait sebagai satu kelompok sosial karena masing-masing individu memerlukan kemampuan individu lainnya, biasanya terdapat pembagian kerja dan umumnya sebagai ciri masyarakat perkotaan.
Menurut Durkheim, pedoman yang dijadikan acuan pada dasarnya adalah sebuah gagasan yang bersifat kolektif atau gagasan kolektif. Gagasan kolektif ini bermula dari adanya gagasan-gagasan individu, jadi masing-masing individu mempunyai gagasan, dan beberapa kesamaan dari gagasan tersebut dapat disatukan sebagai gagasan kolektif yang dapat menjadi pedoman dalam berinteraksi satu sama lain dalam satu kolektiva sosial. Gagasan individu pada dasarnya bertolak dari sifat manusia itu sendiri yang mempunyai wawasan pengetahuan terhadap lingkungan sosialnya. Gagasan-gagasan individu tersebut mempunyai kesamaan yang potensial untuk digunakan sebagai pedoman bersama, sehingga kelompok gagasan tersebut secara tidak sadar mempunyai kesamaan visi, dan ini menjadikan individu-individu yang terikat di dalamnya tidak menyadari bahwa akhirnya gagasan kolektif tersebut mengatur tindakan individu-individunya.
Dinyatakan bahwa solidaritas mekanik lebih cenderung menguasai kehidupan sosial di pedesaan, dijelaskan bahwa masyarakat pedesaan lebih mengutamakan pedoman yang menjadi acuan bagi tindakannya, dan bahkan tidak sadar akan fungsinya mengapa mereka harus melakukan tindakan seperti itu, misalnya gotong royong di pedesaan.
Dalam solidaritas mekanik, pedoman yang mengatur interaksi antar anggota komuniti sangat kuat mengatur individu-individunya dan bahkan diberikan norma yang bersifat sakral, artinya apabila terjadi penyimpangan tindakan terhadap pedoman maka individu tersebut dianggap melanggar tradisi dan perlu diupacarakan agar dapat berfungsi
kembali.
Gambaran ini sangat terkait dengan perkembangan mitos yang muncul di dalam kehidupan masyarakat, biasanya juga akan muncul legenda-legenda yang berkaitan dengan tindakan-tindakan para anggota komuniti yang dianggap baik dan tidak baik. Jerome Manis dan Bernard Meltzer dalam Little John, 1996, membatasi 7 dasar teoritikal dan metode yang berlandaskan pada inti konsep dari tradisi (tradition):
1. Seluruh anggota masyarakat mengerti sesuatu dari pemaknaan yang diperoleh dari pengalaman mereka masing-masing terhadap masalah-masalah yang dihadapinya dalam lingkungan mereka, pengalaman ini didasari pada persepsi yang dipunyai oleh mereka sebagai pedoman untuk beradaptasi.
2. Adanya pola yang berkaitan dengan penjelasan atau seperangkat arti yang muncul dari hubungan antara simbol dalam kelompok sosial. Hubungan sosial yang muncul akibat dari adanya interaksi yang terjadi terus menerus antar golongan dalam satu masyarakat akan besifat stabil dan ini dapat dimaknai dengan satu atau beberapa kata saja.
3. Munculnya atau terciptanya lapisan-lapisan sosial yang ada dalam struktur sosial akibat dari adanya interaksi sosial diantara anggota masyarakat, interaksi ini mewujudkan adanya jatidiri yang muncul akibat dari pola pikir dan juga sifat dari individu yang bersangkutan. Sehingga dapat dikatakan seluruh struktur sosial dan pranata sosial yang ada dalam masyarakat diciptakan dari adanya anggota masyarakat yang berinteraksi.
4. Perwujudan tingkah laku individu sebagai anggota masyarakat tidak langsung didasari pada kejadian yang menimpanya, akan tetapi lebih didasari pada pengalaman dalam menghadapi masalah yang sama, dan ini biasanya disosialisasikan secara berkelanjutan sehingga pola penanganan masalah akan selalu sama atau mirip antara satu generasi dengan generasi lainnya dalam satu masyarakat.
5. Adanya pemikiran yang terdiri dari perbincangan yang terjadi di dalam masyarakat yang merefleksikan suatu interaksi sosial. Sehingga pemikiran tersebut menjadi berpola dan selalu digunakan apabila menyangkut perbincangan yang sama.
6. Tingkah laku diciptakan dalam kelompok sosial dalam interaksi yang terjadi yang melibatkan pengetahuan yang didasari pada latar belakang struktur sosial yang berlaku. Kemudian tercipta adanya strata-strata sosial yang berlaku dalam masyarakat yang menunjukkan adanya status dan peran yang berbeda dari masing-masing strata.
7. Arti suatu tindakan dari tingkah laku yang sesuai dengan gejala yang ada, dan ini bersumber dari suatu pedoman bersama yang secara tidak sadar dan tidak langsung disepakati bersama berdasarkan pada pengalaman yang dialaminya dari hari ke hari.
Dari penjelasan tentang tradisi ini tampak adanya suatu pedoman yang tercipta dari adanya interaksi yang terus menerus terjadi dan secara tidak langsung menciptakan pola yang tetap dan stabil dari tahun ke tahun. Pola ini akan berlanjut terus secara berkesinambungan dari generasi ke generasi karena adanya sosialisasi antar generasi.
Sedangkan solidaritas organik lebih kentara tergambar di perkotaan dimana diversitas pekerjaan sangat besar, masing-masing individu menyadari betul fungsinya masing-masing dalam sebuah komuniti, sehingga pedoman yang menjadi acuan lebih merupakan sebuah sistem yang berfungsi antar individu satu dengan lainnya dalam sebuah komuniti. Pelanggaran terhadap aturan atau pedoman bisa terjadi dan biasanya individu si pelanggar akan dikenai sanksi formal atau akan didiskriminasi oleh kelompoknya, dan alasan ini masuk akal karena sanksinya jelas yaitu adanya hukum formal.
Kekuatan pedoman sebagai pengatur tingkah laku pada dasarnya dapat mengikat individu sedemikian kuatnya, seperti rela berkorban karena pedoman yang dijadikan acuan bertindak mengikat identitas diri individu, seperti pernyataan Durkheim sebagai altruistic, contoh kekuatan pedoman mengatur tingkah laku individunya adalah ketika pada masa perang dunia kedua, tentara Jepang rela bunuh diri (harakiri) untuk membela negaranya. Di pihak lain lemahnya pedoman yang menjadi acuan menyebabkan orang juga menjadi bimbang karena tidak ada pedoman yang dapat dipegang (anomi), ini digambarkan ketika terjadi krisis moneter yang menyebabkan nilai uang tidak dapat menjadi patokan dan harga selalu berubah-ubah, maka kondisi tersebut menyebabkan banyak orang bunuh diri.
Sehingga dengan demikian modal sosial adalah sebuah pranata sosial yang ada dalam masyarakat yang kemampuan pedoman (aturan, nilai, norma dan pengetahuan) yang ada dalam pranata sosial tersebut mempengaruhi individu-individu yang ada di dalamnya, dan menjadikannya sebagai milik individu. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa modal sosial menyangkut juga sanksi-sanksi yang mengikat anggota komunitinya dan biasanya sanksi-sanksi tersebut bersifat moral.
Pada masa sekarang banyak sudah orang-orang yang terdidik, berpendidikan sarjana ke atas, dan ini merupakan milik individu untuk dapat digunakan bagi individu tersebut untuk bekerja berinovasi dan seterusnya. Kesemua kemampuan individu ini walaupun dikelompokkan sebagai bentuk kelompok sosial belum dapat dikatakan menjadi modal sosial. Hal ini berkaitan dengan mampukah si individu-individu tersebut bekerjasama berfungsi satu dengan lainnya sebagai bentuk solidaritas. Sehingga secara lebih luas akan mempengaruhi pola hidup masyarakatnya sendiri.
Dengan demikian kita dapat memberi contoh pranata sosial yang ada di masyarakat atau komuniti seperti aktivitas mata pencaharian (sebuah pranata sosial) misalnya sistem berladang, di dalam melaksanakan aktivitasnya, anggota komuniti sangat mengutamakan kerjasama dalam sistem perladangan, dalam pedoman sistem perladangannya diatur status dan peran dari masing-masing individu. Status dan peran tersebut seperti siapa yang membuka lahan untuk perladangan (biasanya laki-laki), kemudian aktivitas apa yang mendahului pekerjaan membuka ladang (seperti adanya pemimpin upacara dsb.). Lalu dilanjutkan dengan siapa saja yang mengerjakan menanam ladang tersebut (biasanya perempuan). Begitu seterusnya sampai pada panen, kesemua aktivitas tersebut secara tetap dilaksanakan sesuai dengan tradisi yang berlaku, pelanggaran peran yang terdapat didalam aktivitas tersebut dapat mendorong munculnya sanksi tertentu terhadap si pelanggar. Kekuatan aturan yang menjadi pedoman tersebut dapat dikatakan sebagai modal sosial.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap pedoman yang diacu bersama akan mempengaruhi hubungan antar individu yang ada dan dampaknya dapat mengganggu keberadaan pedoman tersebut, sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi modal sosial yang sudah tetap. Ini dapat terjadi ketika keadaan sosial mulai terdapat perubahanperubahan seperti adanya pengaruh aturan dari luar, adanya hubungan dengan
kebudayaan luar yang dirasa lebih efisien dengan menggunakan aturan dari luar.
Dengan demikian, modal sosial sangat erat kaitannya dengan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat atau komuniti. Segala perubahan dalam tataran ide, gagasan amat rentan terhadap perubahan, dan oleh karena itu modal sosial dituntut untuk lebih adaptif dalam menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, dan ini biasanya dapat menciptakan masalah sosial dalam masyarakat.

Kesimpulan
Dalam kesimpulan disini yang ingin disampaikan berdasar pada paparan tulisan pada halaman sebelumnya adalah bahwa sebuah pranata sosial memberikan makna kepada kita bentuknya yang abstrak yang tidak dapat dilihat, akan tetapi mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi tingkah laku kita khususnya tindakan-tindakan yang harus dilakukan berdasar pada aktivitas yang mengikatnya.
Pranata sosial yang ada di masyarakat pada prinsipnya adalah mengacu pada kebudayaan yang dipedomaninya, sehingga ketika terjadi suatu perubahan pada tingkah laku nyata yang terlihat maka biasanya aturan dalam pranata sosial dapat menetralisirnya,
akan tetapi terkadang perubahan dapat juga terjadi ketika muncul hubungan antar budaya
yang berbeda. Perubahan ini biasanya didahului dengan adanya proses adaptasi antar aturan yang muncul. Sehingga akhirnya muncul masalah-masalah sosial.
Di dalam pranata sosial kita dapat menganalisa adanya masalah-masalah sosial dengan cara menganalisa modal sosial yang ada pada masyarakat, dan modal sosial ini pada dasarnya terletak pada masing-masing pranata sosial yang berlaku di masyarakat. Kadang-kadang kita sering dikacaukan antara istilah pranata sosial dengan lembaga sosial. Akan tetapi pada dasarnya bila kita mengacu pada lembaga artinya suatu bentuk pranata sosial yang bersifat resmi dan mempunyai struktur yang jelas serta tertulis.
Seperti apabila kita mengatakan sebuah pranata sosial pendidikan maka di dalamnya terdapat lembaga-lembaga pendidikan, seperti Sekolah Dasar, Institut Teknologi Bandung; Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Kesemuanya tersebut merupakan wadah bagi terlaksananya pranata pendidikan suatu masyarakat; sehingga dapat dikatakan bahwa pranata sosial pendidikan mempunyai arti yang lebih luas dan abstrak, di dalam pranata sosial pendidikan maka di dalamnya terdapat proses sosialisasi, status dan peran yang ada, sedangkan lembaga pendidikan akan tampak wujud fisik serta aturan-aturan yang jelas tertulis.
Akhirnya sebuah masyarakat akan mempunyai banyak sekali pranata sosial yang
menjelaskan makna dari norma, nilai, pengetahuan serta aturan yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang ada, karena pranata sosial merupakan sebuah perangkat pedoman dalam aktivitas khusus manusia sebagai anggota masyarakat

ViralGen Referral Shopping

ViralGen Referral Shopping